Orang dengan gangguan kecemasan biasanya melakukan upaya tertentu untuk mengendalikan serangan kecemasan yang rentan mendera. Termasuk penderita gangguan kecemasan? Tak perlu minder karena di luar sana cukup banyak penderita gangguan serupa. Di Amerika, tiap tahunnya ada 40 juta orang dewasa yang diketahui menderita gangguan kecemasan.
Gangguan kecemasan menyebabkan perasaan takut dan ketidakpastian yang terus menerus menghantui. Perasaan itu tidak terlalu membantu ketika menghadapi hal tak terduga, tetapi justru menyakiti diri sendiri. Menurut Scott Bea, psikolog sekaligus asisten profesor kedokteran di Klinik Cleveland, kurangnya pemahaman dari orang lain akan menyebabkan memarahnya serangan kepanikan.
“Ada banyak hal, yang mungkin Anda ucapkan, yang akhirnya menimbulkan efek paradoks dan menyebabkan kecemasan semakin parah,” ungkap Bea.
“Gangguan kecemasan itu seperti pasir isap, semakin Anda berusaha meredakan situasi dengan segera, semakin Anda teeperosok. Memberi tahu orang-orang itu untuk ‘tetap tenang’, kepanikan mereka justru meningkat.”
Meskipun demikian, masih ada cara untuk memberikan dukungan tanpa menyebabkan penderita gangguan kecemasan lebih menderita. Inilah tujuh ucapan yang dilarang diucapkan pada penderita gangguan kecemasan, sebagaimana dilansir Huffington Post dan ditulis pada Rabu (19/2/2014).
1. “Jangan memusingkan hal-hal kecil.”
Faktanya hal-hal yang menurut seseorang merupakan remeh temeh, mungkin merupakan hal besar bagi orang lain. Terlebih, penderita gangguan kecemasan sering menganggap segala hal sebagai masalah besar.
“Untuk seseorang dengan gangguan kecemasan, segala sesuatu merupakan hal besar,” ungkap Bea.
Untuk membantu penderita gangguan kecemasan, hal yang perlu dilakukan ialah mendorong mereka, dan bukannya mengatakan bahwa mereka mudah panik atas-hal kecil. Ingatkan bahwa mereka mampu mengatasi kepanikan dan bantu mereka untuk menyingirkan kecemasan-kecemasan yang berlebih.
2. “Tenanglah.”
Masalah utama pada penderita gangguan kecemasan adalah kita tak bisa dengan mudah menenangkan mereka. Kemampuan menenangkan diri, terutama berdasarkan perintah, tidaklah mudah untuk sebagian besar orang, terutama bagi mereka yang memiliki gangguan kecemasan.
Menurut Keith Humphreys, profesor psikiatri di Universitas Stanford, kata-kata atau ucapan bukanlah metode terbaik untuk mengatasi kecemasan. Penanganan yang lebih baik ialah dengan mengajak mereka yang cemas untuk melakukan suatu aktivitas, seperti meditasi, berjalan-jalan, atau olahraga. Mengajak penderita untuk melakukan aktivitas-aktivitas tersebut dapat mengurangi gejala kecemasan yang dialami.
3. “Lakukan saja.”
Apapun jenis fobia yang dialami seseorang, kecemasan bisa menyerang kapan saja. Misalnya saat naik pesawat, berbicara dengan sekelompok orang, atau bahkan saat pergi ke suatu tempat. Jika bisa memilih, seseorang pasti akan memilih untuk menjadi normal dan tidak memiliki gangguan kecemasan.
“Tidak ada seorang pun yang memilih untuk menjadi pencemas. Menggunakan frasa itu (lakukan saja), akan membuat mereka merasa defensif dan tak didukung,” ungkap Humphreys.
Empati adalah kunci untuk menghadapi kecemasan seseorang, ungkap profesor psikiatri itu. Ia menyarankan untuk mengubah frasa ‘lakukan saja’ menjadi frasa lain yang lebih halus. Misalnya “duh, itu perasaan yang tidak mengenakkan” atau “sayang sekali kamu merasa seperti itu.”
Kalimat-kalimat yang menunjukkan empati dapat menenangkan kecemasan para penderitanya. Sebab mereka tidak merasa dipaksa menghadapi ketakutan itu dan merasa lebih dimengerti
4. “Segalanya akan baik-baik saja.”
Bagi orang lain, ucapan tersebut mungkin dapat menenangkan. Namun tidak demikian dengan orang yang memiliki gangguan kecemasan. Mereka tidak akan mempercayai kata-kata itu.
“Mereka akan merasa lebih baik dalam 20 detik. Namun sesudahnya, keraguan akan kembali menyelinap,” papar Bea.
Bea menyarankan untuk meberikan dukungan tanpa melebih-lebihkan situasi. Mendorong mereka untuk mengungkapkan kecemasan terkadang lebih membantu ketimbang menodorong mereka untuk memusnahkan kecemasan.
5. “Saya juga stres.”
Sama dengan “tenanglah” dan “jangan permasalahkan hal-hal kecil”, tanggapan yang memandingkan juga bisa memperkeruh suasana. Humphreys mengingatkan, dua orang yang stres dapat memengaruhi satu sama lain dan membahayakan hubungan.
“Jika ada dua orang yang mengalami kecemasan, mereka bisa saling memengaruhi,” ungkapnya.
Hasil penelitian telah menunjukkan bahwa stres merupakan emosi yang menular, dan studi di Universitas California menemukan bahwa bayi dapat menangkap emosi negatif macam itu dari ibu mereka. Untuk membuat pikiran lebih jernih, jika ada seseorang yang sedang berkeluh kesah, fokuslah pada cerita orang tersebut dan disarankan untuk tidak menambahinya dengan keluh kesah pribadi.
6. “Minumlah, itu akan menenangkan pikiran.”
Minum mungkin dapat meredakan kecemasan sebagian orang, tetapi tidak demikian dengan penderita gangguan kecemasan. Dokter dan obat-obatan yang diresepkan jauh lebih baik dibanding mengatasi kepanikan dengan meraup minuman beralkohol
“Kebanyakan orang berasumsi bahwa minum sedikit (alkohol) akan menyingkirkan kecemasan yang datang. Dalam jangka pendek, mungkin iya,” ungkap Humphreys.
“Tetapi dalam jangka panjang, minuman beralkohol adalah gerbang kecanduan. Sangat berbahaya dalam jangka panjang karena substansinya dapat meningkatkan kecemasan,” tambahnya.
7. “Apakah saya melakukan sesuatu yang salah?”
Sedih rasanya melihat orang yang dicintai terus menerus menderita dan terkadang menganggap bahwa Anda penyebabnya. Menghadapinya, Humphreys mengatakan, hal terpenting ialah menyadari bahwa gangguan kecemasan tidak disebabkan oleh tingkah laku atau perbuatan, melainkan sesuatu yang lebih besar.
“Terima bahwa Anda tak bisa sepenuhnya mengontrol emosi seseorang. Jika mencoba mengontrol emosi mereka, Anda akan merasa frustasi.”
Yang perlu dicamkan, biarkan orang yang dicintai mengetahui bahwa ada kiat yang bisa ditempuh untuk mengatasi kecemasan. Tunjukkan juga bahwa Anda selalu ada untuk memberikan dorongan.
Sumber: