Gunung yang masih aktif pasti suatu saat akan bererupsi. Seperti Merapi yang kembali memuntahkan awan panasnya sejak 26 Oktober lalu. 37 Orang tewas dalam peristiwa ini, namun melalui letusan inilah cara alam memperbarui diri.
“Ini cara memperbarui kesuburan tanah. Ini harus disyukuri juga. Karena debu-debu itu mengandung natrium, kalsium, dan zat yang lainnya,” pengamat gunung api dan kebencanaan Mas Atje Purbawinata dalam perbincangan dengan detikcom, Senin (1/11/2010).
Tanah yang terbentuk akibat lapukan materi letusan gunung berapi disebut tanah vulkanik. Tanah jenis ini subur karena mengandung zat hara yang tinggi. Daerah lereng gunung berapi biasanya merupakan tanah vulkanik.
“Saat hujan turun, material dari awan panas akan menjadi lahar dingin yang nantinya bisa dikeruk pasirnya. Jadi harus menyikapi dengan ikhlas. Ini memang risiko kita, tapi yang terpenting bagaimana memanfaatkan dan memahami dengan baik,” sambung mantan Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Kegunungapian (BPPTK) ini.
Hingga hari keenam sejak erupsi pertama kali di pekan terakhir Oktober, Merapi masih selalu melontarkan awan panas alias wedhus gembel. Menurut Purba, letusan-letusan dengan kekuatan kecil akan lebih baik daripada sekali letusan berkekuatan besar.
“Memang karena ini pengungsi jadi lama tinggal di pengungsian. Tinggal di pengungsian memang tidak enak. Semua susah, ini tugas kita semua agar mereka bisa merasa lebih nyaman tinggal di pengungsian, jadi tidak ada dari mereka yang kembali pulang ke rumahnya,” lanjut Purba.
Wedhus Gembel
Istilah wedhus gembel berasal dari bahasa Jawa. Artinya bulu domba. Dinamakan demikian karena dari jauh tampak seperti bulu domba. Wedhus gembel merupakan awan panas yang massa-nya terdiri dari gas vulkanik, abu, batu-batuan dari fragmentasi magma beserta batuan yang hancur dan turun ke bawah. Gas panaslah yang menyebabkan massa itu turun ke bawah. Temperatur minimalnya 250-600 derajat.
“Dalam awan panas terkandung kandungan gas panas dan bertekanan tinggi. Semakin curam semakin cepat,” ucap Purba.
Jarak aman wedhus gembel dengan warga, berdasar peta kawasan bencana adalah sekitar 6,5 km. Meski demikian, biasanya jarak aman ini ditambah lagi untuk jaga-jaga. Untuk diketahui, saat ini jarak aman warga dari puncak Merapi adalah 10 km.
“Kalau (wedhus gembel) lebih besar lagi, mungkin lebih jauh dari itu,” jelas Purba.
Gunung Merapi masih saja mengeluarkan wedhus gembel. Karena itu, warga sekitar Merapi diminta untuk bersabar di pengungsian. Karakter khas Gunung Merapi adalah ketika kubah lava hancur, muncul kubah lava baru.
“Letusannya diawali dengan penghancuran kubah lava yang terbentuk dari letusan sebelumnya. Letusan kali ini yang dihancurkan adalah kubah lava yang terbentuk pada 2006. Biasanya setelah kubah lava hancur, tumbuh kubah lava baru. Lalu kejadian lagi, hancurkan lagi, begitu terus. Siklus itu merupakan ciri Merapi,” tutur pengamat gunung api dan kebencanaan Mas Atje Purbawinata dalam perbincangan dengan detikcom, Senin (1/11/2010).
Menurut dia, kubah lava Merapi relatif cepat terbentuknya. Setelah letusan, kubah lava terbentuk dalam waktu antara 1-2 minggu. Kubah lava terbentuk ketika magma naik ke kepundan yang terbuka. Bila lava cukup kental maka begitu keluar ke permukaan segera membeku dan menumpuk di atas lubang kepundan. Saat itulah kubah baru terbentu.
Namun sudah hampir seminggu Merapi bererupsi kali ini, tanda-tanda pembentukan kubah baru masih belum terlihat. Purba menengarai, dasar kawah yang miring menyebabkan kubah lava Merapi lama terbentuk.
Magma yang diproduksi juga dicurigai tidak terlalu kental, karenanya tidak segera membeku ketika keluar dari kepundan. “Saya rasa, magma tidak begitu kental dan dasar kawahnya miring jadi selalu mengeluarkan awan panas yang dilontarkan tinggi. Kalau ada angin maka abunya tertiup dan terkirim ke daerah lain berdasarkan arah angin,” sambung mantan Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Kegunungapian (BPPTK) ini.
Yang menyebabkan magma gunung api kental adalah silikanya. Dia menduga kandungan silika Merapi sekitar 57-58 persen. Sebenarnya persentase ini lebih banyak dibanding 2006 lalu. Hanya saja 4 tahun lalu, kepundannya menyerupai mangkok sehingga lava bisa terkumpul di atas dan tumbuh dengan cepat.
“Siklus yang seperti itu merupakan karakter lama. Kalau suplai magma cukup banyak maka akan mengeluarkan awan panas. Namun bisa jadi juga tidak membentuk kubah baru, kalau ini yang terjadi maka ini disebut hal baru. Tapi kita lihat dan amati dulu,” terang Purba.
Menurutnya, awan panas yang keluar kali ini lebih besar daripada 2006 dan 2001. Volume fluida yang keluar juga lebih besar dari sebelumnya. Ini dikarenakan akumulasi energi, pembentukan magma, dan sumber magmanya.
Gunung Merapi menjadi salah satu gunung yang paling aktif karena segmen lempeng Samudera Hindia di bawah Merapi lebih aktif dibanding segmen lainnya. Ini membuat magma lebih banyak naik ke atas sehingga lebih sering keluar.
Letusan Merapi terjadi karena besarnya suplai magma. Suplai magma yang besar ditunjukkan dengan keluarnya gas yang mengandung banyak silika dari kepundan yang terbuka. Merapi juga memiliki konduit terbuka sehingga aliran magma dari kantung magma mudah naik dan keluar dari kepundan.
Gempa Mentawai memicu aktivititas Merapi? “Tidak. Lingkungan tektoniknya beda. Letusan sendiri, gempa sendiri. Kalau gempa di sekitar Merapi bisa jadi ada hubungan dengan aktivitas magma. Karena kalau digoyang maka akan akan lebih cepat keluar,” ucap Purba.
Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) tengah meneliti material atau bahan jatuhan dari erupsi Gunung Merapi. Hasil pemantauan tim di lokasi hasil erupsi Merapi menemukan material lava dengan komposisi magma sekitar 57 persen silica. Material awan panas lebih asam dengan dominan guguran material dari puncak.
“Hasil penelitian petugas lapangan, di sekitar lereng tingkat kerusakan akibat terjangan awan panas memang cukup parah. Petugas lapangan telah disebar mengukur suhu dan abu vulkanik dari lokasi untuk diteliti di laboratorium sesaat setelah ada letusan Merapi,” ungkap Subandrio di kantor BPPTK di Jl Cendana Yogyakarta, Senin (1/11/2010)
Menurut Subandrio, proses erupsi Merapi sejak erupsi Selasa 26 Oktober 2010 hingga sekarang belum selesai. Adanya letusan eksplosif yang cukup besar pekan lalu merupakan awal rangkaian fase krisis Merapi tahun 2010 ini. “Proses ini belum selesai. Masih ada potensi terjadi lagi,” katanya.
Setelah terjadi letusan besar kata dia, terpantau adanya kawah besar dengan diameter sekitar 200-250 meter yang sempat terisi material lava yang menyumbat.
Sumbatan material lava itu yang mengakibatkan adanya letusan lanjutan pada Sabtu
(30/10) dinihari.
“Sumbatan yang ada mengeras dan akibatnya terjadi akumulasi tekanan eksplosif. Kekuatan energinya setengah dari letusan yang pertama,” katanya.
Menurut dia, pemantauan saat ini lebih mengandalkan pencatatan aktivitas seismik
karena prisma di lereng Merapi belum bisa diganti akibat adanya lontaran material ke segala arah. Hasil pengamatan kubah lava tahun 1911 yang berdekatan dengan kubah lava 2006 memang belum tergoyahkan.
“Dari indikator pemantauan, saat ini ada tekanan akumulasi energi masih cukup
besar. Kita sekarang tengah melakukan pemetaan bahan jatuhan dari proses erupsi
apa saja. Volume berapa banyak material yang telah dikeluarkan Merapi masih
belum kita hitung,” ungkap Subandrio.
SUMBER: DETIK.COM